Idul Fitri momentum bagi umat Islam untuk merekatkan persaudaraan dan saling memaafkan
Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil
Hidayatullah.com | JIKA kita menggunakan lisan untuk menyebarkan isu tak sedap, menyebarkan desas-desus, menebar fitnah, menggunjing, dan kebencian kepada sesama, saat ini kita menjadikan momen Idul Fitri untuk meminta maaf. Di bawah ini naskah khutbah Jumat lengkap.
Khotbah I
اللَّه أَكْبَرُ ٣× اللَّه أَكْبَرُ ٣× أَكْبَرُاللهُ ٣× اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
الحَمْدُ للهِ الذِي بِنِعمَتِهِ تَتمُّ الصَّالِحَاتُ، وبِعَفْوِهِ تُغْفَرُ الذُّنُوبُ والسَّيئَاتُ، وبِكَرَمِهِ تُقْبَلُ العَطَايَا والقُرُبَاتُ، وبِلُطْفِهِ تُسْتَرُ العُيُوبُ والزَّلَّاتُ، الحَمدُ للهِ الذِي أَضْحَكَ وأَبْكَى، وأَمَاتَ وأَحْيَا، ومَنَعَ وأَعَطَى، وأَرْشَدَ وهَدَى، ﴿ وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا}
وأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَعَلى آلهِ وَصَحْبهِ وسَلَّمَ تَسلِيماً كَثِيراً، أمَّا بَعد : فَيَآ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Jemaah Shalat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah SWT
Idul Fitri merupakan salah satu momentum bagi umat Islam untuk merekatkan persaudaraan. Dalam Islam, persaudaraan tidak mengenal batas. Entah itu batas teritorial, kebangsaan, keturunan, mazhab, organisasi, partai, dan sebagainya.
Kita, umat Islam, umat yang satu. Kita sama-sama umat Nabi Muhammad, menyembah Tuhan yang sama, mengikuti seorang nabi dan rasul yang sama, shalat menghadap ke arah yang sama, membaca kitab suci yang sama.
Di mana saja kita berada, kita disatukan sebagai sesama umat Islam.
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS: Al-Hujurat : 10)
Oleh karena itu, jika memang kita menjumpai perbedaan di sela-sela kehidupan beragama serta bermasyarakat, tidak boleh dan jangan sampai menjadi batu penghalang untuk tetap saling mencintai dan menyayangi sebagai sesama Muslim.
Persamaan di antara umat Islam jauh lebih banyak daripada perbedaan yang hanya terjadi pada hal-hal yang tidak mendasar.
Allāhu Akbar 3x, Lā ilāha illa-llāh, wa Allāhu Akbar, Allāhu Akbar wa li-llāhi al-ḥamd.
Hadirin yang Dirahmati Allah
Setidaknya ada empat langkah yang harus kita lakukan guna membangun, mempertahankan, dan meningkatkan persaudaraan serta kerukunan antar umat Islam.
Langkah pertama, jauhi serta hindari sikap dengki dan permusuhan. Kedengkian pangkal dari banyak kejahatan. Terjadinya penghilangan nyawa seorang manusia untuk pertama kalinya, disebabkan oleh dengki dan iri hati.
Qabil dan Habil adalah dua anak Nabi Adam yang kisah perseteruannya terkenal hingga saat ini. Atas bisikan iblis, Qabil akhirnya membunuh Habil karena iri hati.
Qabil iri kepada Habil yang kurbannya diterima oleh Allah, sementara kurban Qabil ditolak oleh Allah. Karena kedengkian yang sudah merasuki jiwa, ia tega menghabisi saudaranya sendiri.
Jauh-jauh hari, Rasulullah ﷺ telah mewanti-wanti kita semua untuk menjauhi sikap-sikap buruk sebagai berikut :
لاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَتَنَاجَشُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخوَاناً
“Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling tanajusy (menyakiti dalam jual beli), janganlah saling benci, janganlah saling membelakangi (mendiamkan), dan janganlah menjual di atas jualan saudaranya. Jadilah hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim)
Kedengkian mendorong pelakunya untuk melakukan ghibah dan adu domba; kedengkian mendorong pelakunya untuk melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama; kedengkian akan merugikan pelakunya karena menghapus pahala amal yang telah ia kerjakan dan kumpulkan; kedengkian membuat kita hidup dalam kecemasan dan kegelisahan.
Puncaknya, kedengkian menyebabkan rusaknya tatanan kehidupan sosial dengan lahirnya perpecahan serta permusuhan di antara manusia.
Allāhu Akbar 3x, Lā ilāha illa-llāh, wa Allāhu Akbar, Allāhu Akbar wa li-llāhi al-ḥamd.
Ma’asyiral Muslimin Hafidzakumullah
Kedua, kita miliki hati yang lapang dalam memaafkan serta mengedepankan prasangka baik kepada sesama. Siapakah di antara manusia yang tidak pernah berbuat kesalahan?
Siapakah di antara kita yang tidak pernah khilaf dalam canda, ucapan, dan perbuatan? Jawabannya, tak seorang pun di antara kita yang lepas dari kesalahan.
Jika memang kita serius ingin membangun dan mempertahankan persaudaraan, maka kita harus punya hati yang bersih dari kebencian dan prasangka buruk kepada saudara kita. Ketika kemarin di bulan Ramadan, khususnya di sepuluh malam terakhir, kita berdoa,
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau menyukai pemaafan, maka maafkanlah aku,” maka kita juga harus meneladani sifat Allah yang Maha Pemaaf. Sangat ironis, ketika kita ingin menjadi hamba yang dosa-dosanya dimaafkan oleh Allah, tapi diri kita sulit dan tidak mau memaafkan kesalahan saudara-saudara kita sendiri.
Bukankah Allah SWT telah memerintahkan kita untuk menjadi pribadi pemaaf, dengan firman-Nya:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf : 199)
Para Salafus Saleh sangat layak kita tiru terkait akhlak memaafkan. Ka‘ab al-Ahbar berkata: “Siapa yang bersabar atas gangguan istrinya, Allah akan memberinya pahala seperti pahala Nabi Ayyub. Dan siapa yang bersabar atas gangguan suaminya, Allah akan memberinya pahala seperti pahala Asiyah binti Muzahim.”
Ketika Imam Malik dicambuk, beliau segera memaafkan orang yang mencambuknya sejak cambukan pertama. Demikian pula ketika Imam Ahmad bin Hanbal dihukum, beliau berkata: “Semoga tidak ada tidak seorang pun yang diazab Allah karena diriku.”
Abu Sa’id al-Maqburi berkata,
“Kesempurnaan dalam memaafkan adalah dengan tidak membalas perbuatan orang yang menzalimi kita, mendoakannya dengan rahmat, dan banyak memohon kepada Allah agar dia diampuni.”
Allāhu Akbar 3x, Allāhu Akbar wa li-llāhi al-ḥamd.
Ketiga, langkah yang tidak kalah penting adalah menjaga lisan. Kita wajib menjaga lisan kita yang bentuknya memang kecil tapi berdampak sangat besar dalam kehidupan.
Rata-rata ukuran lisan pria 8,5 cm dan wanita 7,9 cm. Dengan sebab lisan, kita bisa meraup pahala dan juga dosa. Tergantung bagaimana kita menggunakannya.
Jika kita menggunakan lisan untuk berzikir kepada Allah, berselawat, membaca Al-Qur’an, dan ucapan-ucapan baik lainnya, maka lisan menjadi sarana untuk meraih rida Allah.
Sebaliknya, jika kita menggunakan lisan untuk menyebarkan isu tak sedap, menyebarkan desas-desus, menebar fitnah, menggunjing, dan kebencian kepada sesama, maka lisan bisa menjadi sebab kita terjungkal masuk ke dalam api neraka.
Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari-Muslim)
Marilah kita perhatikan bagaimana kehati-hatian para Salafus Saleh dalam menjaga lisannya. Sayidina Abubakar pernah berkata sembari memegang lisannya, “Inilah yang bisa menjerumuskan diriku ke dalam kebinasaan.”
Sayidina Abdullah bin Abbas mengatakan juga dengan memegang lisannya, “Celakalah engkau. Ucapkanlah kebaikan, niscaya engkau akan beruntung. Atau diamlah dari keburukan, maka engkau akan selamat. Jika tidak, maka ketahuilah, engkau akan merasakan penyesalan.”
Sayidina Hasan al-Bashri berkata, “Pemimpin seluruh anggota tubuh adalah lisan. Jika lisan berbuat dosa, anggota tubuh yang lain akan mengikutinya. Jika lisan dijaga, maka anggota tubuhnya juga ikut serta menjaga diri.”
Allāhu Akbar 3x, Allāhu Akbar wa li-llāhi al-ḥamd.
Kaum Muslimin yang Berbahagia
Langkah terakhir atau keempat adalah setia dalam menolong dan mendoakan umat Sayiduna wa Maulana Muhammad ﷺ. Suatu pagi, Rasulullah ﷺ duduk bersama para sahabatnya. Dalam suasana penuh kehangatan, beliau mengajukan sebuah pertanyaan, “Siapa di antara kalian yang pagi ini berpuasa?” Tanpa ragu, Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah ﷺ kemudian melanjutkan pertanyaannya, “Siapa di antara kalian yang hari ini telah mengikuti jenazah?” Abu Bakar kembali menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Tak berhenti di situ, Rasulullah ﷺ bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang hari ini telah memberi makan kepada orang miskin?” Sekali lagi, Abu Bakar menjawab dengan penuh ketulusan, “Saya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah ﷺ lalu mengajukan pertanyaan terakhir, “Siapa di antara kalian yang hari ini telah menjenguk orang sakit?” Seperti sebelumnya, Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Mendengar jawaban Abu Bakar yang telah melakukan semua amal kebaikan tersebut dalam satu hari, Rasulullah ﷺ pun bersabda dengan penuh kebahagiaan, “Tidaklah keempat hal ini berkumpul dalam diri seseorang kecuali ia akan masuk surga.” (HR. Muslim)
Sangat banyak di antara saudara kita, baik di dalam negeri mau pun di luar negeri seperti di Gaza, yang membutuhkan pertolongan kita. Di negeri kita, begitu banyak kaum papa yang membutuhkan uluran tangan kita. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin Indonesia per September 2024, ada di angka 24,06 juta orang.
Di Gaza, saudara-saudara kita berpuasa Ramadan tanpa bekal sahur dan berbuka, karena ditutupnya akses masuk bagi truk-truk pembawa ban , sejak hari pertama bulan Ramadan. Bahkan hari-hari ini mereka dibantai dengan barbar oleh tentara Zionis Israel.
Jika kita merasa senasib sepenanggungan, tentunya hati kita akan terketuk untuk menolong mereka. Penderitaan mereka juga penderitaan kita. Kesusahan yang mereka rasakan juga kesusahan kita semua. Umat Islam itu seperti satu tubuh yang jika ada anggota tubuh yang sakit, kita semua merasakan sakitnya.
Inilah langkah-langkah membangun dan mempertahankan persaudaraan sesama umat Islam. Dibutuhkan usaha sungguh-sungguh dan proses yang istiqamah dalam menjauhi sikap dengki, saling memaafkan, menjaga lisan, saling menolong serta mendoakan.
Insya Allah, dengan empat langkah ini, kita bisa mewujudkan persaudaraan yang indah, tulus, dan penuh kasih sayang. Kita akan bisa hidup dalam keharmonisan serta persa seperti yang diajarkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ﷺ.
Khotbah II
اللهُ اَكْبَرُ (٣×) اللهُ اَكْبَرُ (٤×) اللهُ اَكْبَرُ كبيرًا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ، اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذي وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ وَالْوَفَا، أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِينَ، اللَّهُمَّ دَمِّرِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُلْحِدِينَ، وَرُدَّ كَيْدَهُمْ خَاسِئِينَ، اللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِينَ بِسُوءٍ فَأَشْغِلْهُ فِي نَفْسِهِ، وَاجْعَلْ كَيْدَهُ فِي نَحْرِهِ، وَاجْعَلْ تَدْمِيرَهُ فِي تَدْبِيرِهِ، وَاجْعَلْهُ غَنِيمَةً لِلْمُسْلِمِينَ.
اللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُورِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ.
اللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِكَ، وَثَبِّتْ أَقْدَامَهُمْ، وَكَثِّرْ سَوَادَهُمْ، وَاجْمَعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الْحَقِّ وَالْهُدَى، وَأَلْقِ الرُّعْبَ فِي قُلُوبِ الْمُشْرِكِينَ وَالْأَعْدَاءِ.
اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَا وَالْوَبَا وَالرِّبَا وَالزِّنَا وَالزَّلَازِلَ وَالْمِحَنَ، وَسُوءَ الْفِتَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَتَعَاطِي الْمُسْكِرَاتِ وَالْمُخَدِّرَاتِ، وَجَمِيعَ الْفَوَاحِشِ وَالْآثَامِ، عَنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِينَ عَامَّةً يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
sumber : hidayatullah.com
0 komentar:
Posting Komentar